Kata pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah sehingga kelompok ini dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.makalah dari klompok kami yang berjudul �Munakahat�.dan kami tidak lupa pula acurkan selawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad saw, yang telah mendampingi kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang menerang.
Didalam makalah ini terdapat beberapa pembahsan diantaranya pengertian perkawinan, hokum perkawinan, rukun dan syarat sah nikah, wanita yang haram dinikahi serta hikmah pernikahan dan perkawinan.
Kami semua menyadari banyak kekurngan dalam penulisan makalah ini, itu karenakan kemampuan kami semua yang terbatas. namun berkat bantun dan dorongan serta bimbingan, arahan, koreksi, dan saran.
Akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat waktunya. kami berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi bagi para pembaca pada umumnya serta dapat manjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan pertasi dimasa yang akan dating.
Penyusun
Kelompok IV
BAB I
Latar Belakang
I.I. LATARA BELAKANG
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 �Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir�. Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan. Hal yang demikian tidak disebutkan Allah s.w.t. ketika binatang ternak berpasangan untuk berkembangbiak. Karena tugas selanjutnya bagi manusia dalam lembaga pernikahan adalah untuk membangun peradaban dan menjadi khalifah di dunia (Quraish Shihab dalam Wawasan al-Qur�an: bab pernikahan).
Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 �Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir�. Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan. Hal yang demikian tidak disebutkan Allah s.w.t. ketika binatang ternak berpasangan untuk berkembangbiak. Karena tugas selanjutnya bagi manusia dalam lembaga pernikahan adalah untuk membangun peradaban dan menjadi khalifah di dunia (Quraish Shihab dalam Wawasan al-Qur�an: bab pernikahan).
Rukun yang pokok dalam perkawinan,ridhanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan mereka untuk mengikat hidup berkeluarga. Karena perasaan ridha dan setuju bersifat kewajiban yang tak dapat dilihat denga mata kepala, karena itu harus ada perlambang yang tegas untuk menunjukkan kemauan mengadaka ikatan bersuami istri. Pelambang itu diutaraka dengan kata-kata oleh kedua belah pihakk yang mengadakan aqad.
Pernyataan pertama sebagai menunjukkan kemauan untuk membentuk hubungan suami istri disebut ijab, dan penyataan kedua yang dinyatakan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan rasa ridha dan setujunya disebut qobul.
Dari sini kemudian para ahli fiqh menyatakan bahwa syarat perkawinan(nikah) adalah ijab dan qobul.Lantas, bagaimana ijab qobul yang benar menurut syara?dan bagimana hukum nikah yang ada landasan lain?seperti nikah syigor,mut�ah atau tahlil?
- B. Perumusan Masalah
Didalam pembuatan makalah ini ada permasalah yang akan ditinjau dan dijadikan bahan penerangan dalam makalah ini, terdari dari :
- Apa saja hal-hal yang menjadi syarat sah shigat ijab qobul?
- Bagaimana kejelasan shigat yang dikaitkan dengan persyaratan?
- Bagaimana penjelasan mengenai nikah syigar,mut�ah, dan tahllil?
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Kedua belah pihak sudah tamyiz.
- Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qobul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qobul.
Di dalam ijab qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan kata-kata kasar.
- A. Syarat sah Shigat Ijab qobul
Para ahli fiqih mensyaratkan ucapan ijab qobul itu dengan lafadz fi�il madhi atau salah satunya dengan fi�il madhi dan yang lain fi�il mustaqbal.
Contoh Pertama :
Pengijab : Zawwajtuka ibnati (Aku kawinkan anak perempuanku dengan kamu).
Penerima : Qobiltu (saya terima ).
Contoh Kedua :
Pengijab : Uzawwijuka ibnati (aku kawinkan sekarang anak perempuanku dengan kamu ).
Penerima : Qobiltu (saya terima ).
Mereka mensyaratkan demikian karena keridhaan dan persetujuan kedua belah pihak yan gmenjadi rukun pokok aqad nikah dengan demikia bisa diketahui dengan jelas, dan oleh karena ijab dan qobul merupakan lambang dari adanya ridha kedua pihak, haruslah dinyatakan dengan ucapan yang pesti menunjukkan adanya keridhaan, dan secara konkrit dinyatakan dengan tegas ketika aqad nikah itu dilangsungkan.
Bentuk ucapan di dalam ijab qobul dipergunakan oleh agama dengan fi�il madhi, karena dapat menunjukkan secara tegas lahirnya pernyataan setuju dari kedua belah pihak, dan tidak mungkin mengandung arti lain. Berbeda halnya dengan ucapan yang dinyatakan dengan fi�il hal atau istiqbal ( sekarang atau akan), ia tidak secara tegas dapat menunjukaan adanya keridhaan ketika dinyatakan, andaikata salah seorang dari mereka berkata : Uzawwijuka ibnati (aku kawinkan sekarang anak perempuanku dengan kamu ), lalu penerima menjawab :
Aqbalu (saya terima sekarang).
Ucapan dari kedua belah pihak ini belum tegas menunjukka telah terjadinya aqad nikah denga sah karena masih ada kemungkinannya bahwa yang dimaksudkannya baru merupakan satu perjanjian semata.
Sedangkan perjanjian untuk kawin di masa akan datang, bukanlah berarti sudah terjadi ikatan perkawinan pada saat sekarang.
Andaikata peminang berkata :
Zawwijni ibnataka (kawinkanlah puteri bapak dengan saya ),
Lalu walinya menjawab:
Zawwajtu laka ( Ya, saya kawinkan dia dengan kamu), berarti telah terjadi aqad nikah, karena ucapan tersebut telah menunjukkan adanya pernyataan memberikan kuasa dan aqad nikah sekaligus, padahal aqad nikah sah dilakukan dengan menguasakan kepada salah satu pihak untuk melaksanakannya. Jika peminang mengatakan : Kawinkanlah putrid bapak dengan saya, lalu walinya menjawab :saya terima. Dengan demikian berarti pihak kedua mengadakan aqad nikah seseai dengan permintaan pertama.
Para ahli fiqih mensyaratkan hendaknya ucapan yang dipergunakan di dalam ijab qobul brsifat muthlaq tidak diembel-embeli dengan sesuatu syart, misalnya pengijab mengatakan : aku kawinkan puteriku dengan kamu, lalu penerimanya menjawab saya terima. Ijab qobul ini namanya bersifat muthlaq. Ijab qobul yang memenuhi syarat-syartnya hukkumnya sah, yang selanjutnya mempunyai akibat-akbat hukum.
- B. Shigat akad yang dikaitkan dengan persyaratan
Terkadang ucapan ijab qobul itu diembel-embeli dengan suatu syarat, atau dengan menangguhkan pada sesuatu yang akan datang, atau untuk waktu tertentu, atau dikaitkan dengan suatu syarat. Dalam keadaan yang seperti ini maka aqad nikahnya dianggap tidak sah,berikut penjelasan lebih rincinya.
- 1. Ijab qobul yang disyaratkan dengan suatu syarat tertentu
Ijab qobul yang disyartkan dengan suatu syarat tertentu yaitu bahwa pernikahannya dihubung-hubungkan dengan sesuatu syarat lain, umpamanya peminang mengatakan :
�Kalau saya sudah dapat pekerjaan, puteri bapak saya kawin�.
Lalu ayahnya menjawab ;
�Saya terima �.
Maka akad nikah seperti ini tidak sah, sebab pernikahanya dihubung-hubungkan dengan sesuatu yang akan terjadi yang boleh jadi tidak terwujud.
Padahal ijab qobul itu berarti telah memberikan kekuasaan untuk menikmatinya sekarang, yang oelh karena itu tidak boleh ada tenggang waktu antara syaratnya, yang di sini dengan contoh mendapat pekerjaan, yang ketikan diucapkan belum ada., sedang menghubungkan kepada sesuatu yang belum ada berarti tidak ada.Jadi, berarti pernikahanya pun tidak ada.
Jika akad nikahnya dikaitkan dengan sesuatu yang dapat diwujudkan seketika itu juga, maka akad nikahnya sah, umpamanya peminang mengatakan :
�Jika puteri bapak umurnya sudah 20 tahun, saya kawini dia�, lalu ayahnya menjawab:
�Saya terima�.dan ketika itu mamang anaknya sudah berumur 20 tahun.
Begitu pula jika puterinya mengatakan :
�Kalau ayah setuju, saya mau kawin dengan kamu�.Lalu laki-lakinya menjawab saya terima dan ayahnya yang ada di majlisnya itu mengatakan : Saya terima. Sebab embel-embel yang terjadi di sini bersifat formalitas, sedangkan apa yang diucapkan dalam kenyataannya sudah terbukti ketika itu juga.
- 2. Ijab qobul yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang
Contohnya : Peminang berkata :
�Saya kawini puteri bapak besok atau bulan depan�.
Lalu ayahnya menjawab :
�Saya terima�.
Ijab qobul dengan ucapan seperti ini tidak sah, baik ketika itu maupun kelah setelah tibanya waktu yang ditentukan itu.
Sebab mengaitkan dengan waktu akan datang berarti meniadakan ojab qobul yang memberikan hak (kakuasaan) menikmati sekeriak itu dari pasangan yang mengadakan akad nikah.
- 3. Akad nikah untuk sementara waktu
Jika akad nikah dinyatakan untuk sebulan atau lebih atau kurang, amka pernikahannya tidak sah, sebab kawin itu dimaksudkan untuk bergaul secara langgeng guna mendapatkan anak, memelihara keturunan dan mendidik mereka. Karena itu para ahli menyatakan bahwa kawin mut�ah dan kawin cina buta tidak sah. Karena yang pertama bermaksud bersenang-senang sementara saja, sedang yang kedua bermaksud menghalalkan bekas suami perempuan tadi dapat kembali kawin dengannya.
- C. Nikah Syigar
Nikah syigar yaitu seorang wali mengawinkan puterinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki tadi mengawini puternya dengan tanpa bayar mahar. Rasul melarang kawin semacam ini. Beliau bersabda :
�Tidak ada Syigar dalam Islam�(HR. Muslim dan Ibnu Umar)
Berdasar hadits tadi, jumhur ulama berpendapat pada pokoknya kawin syigar itu tidak diakui, karena hukumnya batal. Tetappi ibnu Hanifah berpendapat kawin syigar itu sah, hanya tiap-tiap anak perempuan yang bersangkutan wajjib mendapatkan mahar yang sepadan dari masing-masing suaminya karena kedua laki-laki yang menjadikan pertukaran anak perempuannya sebagai mahar tidaklah tepat, sebab wanita itu bukan sebagai barang yang dapat dipertukarkan sesama mereka . dalam perkawinan ini yang batal adalah segi maharnya, bukan pada akadnyya.
Sebab larangan nikah Syigar :
- Sifatnya masih menggantung, umpamanya dikatakan begini ; Tidaklah saudara dapat menjadi istri anakku sebelum anak saudara jadi istri saya.
- Karena menjadikan kelamin sebagai hak bersama, dimana kelamin masing-masing pihak dijadikan sebagi pembayaran mahar yang satu kepada yang lain, padaha perempuan tidak mendapat faedahnya.
Hal itu tentu mendholimi kedua perempuan tersebut dan merampas hak mahar dari perkawinanya. Kata Ibnul Qoyyim : Oendapat ini sesuai dengan asal kata Syigar.
- D. Nikah Mut�ah
Nikah mut�ah mengemuka setelah beberapa orang terkenal di negeri ini melakukannya secara diam-diam, namun tercium oleh pers, sehingga menimbulkan kontroversi di kalangan ummat Islam. Nikah Mut�ah atau lebih dikenal dengan �kawin kontrak� adalah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk �jangka waktu terbatas� yang berakhir dengan habisnya masa tersebut. Suami tidak berkewajiban memberikan nafkah dan tempat tinggal kepada isteri serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Ada 6 (enam) perbedaan prinsip antara nikah mut�ah dan nikah sunni, sebagaimnana dikutip oleh Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia LPPI, yaitu:
Ada 6 (enam) perbedaan prinsip antara nikah mut�ah dan nikah sunni, sebagaimnana dikutip oleh Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia LPPI, yaitu:
1. Nikah mut�ah dibatasi oleh waktu, sedangkan nikah sunni tidak dibatasi
2. Nikah mut�ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
3. Nikah mut�ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami isteri, sedangkan nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya
4. Nikah mut�ah tidak membatasi jumlah isteri, sedangkan nikah sunni dibatasi dengan jumlah isteri hingga maksimal empat orang
5. Nikah mut�ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, sedangkan nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi
6. Nikah mut�ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada isteri Nikah mut�ah atau kawin kontrak sebenarnya merupakan tradisi Kaum Syi�ah.
Hal ini dimungkinkan karena adanya salah penafsiran atau pemutarbalikan ayat-ayat al-Qur�an maupun hadits Rasulullah s.a.w. oleh para mufassirin (ahli tafsir) Syi�ah. Mufassirin Syi�ah yang sangat terkenal dalam �membela� dihalalkannya nikah mut�ah adalah Fathullah Al-Kasyani, sebagaimana ditulis dalam kitab Tafsir Manhaj, Dikatakan oleh beliau bahwa nikah mut�ah adalah keistimewaan yang diberikan kepada Rasulullah, dan barang siapa melakukan mut�ah sekali dalam hidupnya, maka ia akan menjadi ahli surga, dan orang yang mengingkari mut�ah dianggap kafir murtad.
Sedangkan Abu Ja�far Asth-Thusi dalam kitabnya At-Tahdzif menyatakan bahwa Abu Abdillah a.s. (Imam Syia�ah yang dianggap suci) memberikan pernyataan bahwa �kawinlah (secara mut�ah) dengan seribu orang dari mereka karea mereka adalah wanita sewaan, tidak ada talak dan tidak ada waris dia hanya anita sewaan.� Fathullah al-Kasyani menyatakan bahwa rukun nikah mut�ah adalah suami, isteri, mahar, pembatasan waktu (taukit) dan shighat ijab kabul. Sedangkan syaratnya adalah cukup dengan akad (transaksi) antara dua orang yang ingin bersenang-senang (mut�ah) tanpa ada saksi, terbebas dari beban nafkah, tanpa dibatasi jumlah wanita (boleh dengan seribu wanita sekalipun), tidak ada hak mewarisi, tidak diperlukan wali, tidak dibatasi waktu, wanita yang dimut�ah statusnya sama dengan wanita sewaan atau budak (Risalah Dakwah Al-Hujjah No. 48 tahun IV Shafar 1423).
Hukum Nikah Mut�ah
Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya tanggal 25 Oktober 1997 menetapkan bahwa Nikah Mut�ah hukumnya HARAM, dan pelaku nikah mut�ah dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Dasar pertimbangannnya adalah pertama bahwa nikah mut�ah mulai banyak dilakukan terutama dilakukan oleh kalangan pemuda dan mahasiswa. Kedua, praktek nikah mut�ah telah menimbulkan keprihatinan, kekhawatiran dan keresahan bagi para orang tua, ulama, pendidik, tokoh masyarakat dan ummat Islam, serta dipandang sebagai alat propaganda paham Syi�ah di Indonesia. Ketiga, bahwa mayoritas ummat Islam Indonesia adalah penganut paham Sunni yang tidak mengakui dan menolak paham Syi�ah.
Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar keharaman nikah mut�ah adalah sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mukminun ayat 5 dan 6 serta hadits Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Pengharaman nikah mut�ah oleh Nabi s.a.w. disabdakan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu tatkala terjadi perang Khaibar pada tahun 7 Hijrah dan kedua pada Fathu Makkah pada tahun 8 Hijrah. Dari Ali ibn Abi Thalib r.a. ia berkata kepada Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi s.a.w. melarang nikah mut�ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar. Diriwayatkan dari Sabrah bin Ma�bad Al-Juhani, ia berkata: �kami bersama Rasulullah s.a.w. dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: �ada selimut seperti selimut.� Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram dan tiba-tiba aku melihat Nabi s.a.w. sedang berpidato di antara pintu Ka�bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda: �Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut�ah, maka sekarang yang memiliki isteri dengan cara nikah mut�ah haruslah ia menceraikannya dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya janganlah kalian ambil lagi, karena Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan nikah mut�ah sampai hari Qiyamat.
Semua madzhab, baik madzhab Hanafi, madzhab Maliki, Madzhab Syafi�i dan Madzhab Hambali juga mengharamkan nikah mut�ah, karena memang telah dilarang Allah dan Rasul-Nya, dan hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut�ah dianggap telah mencapai peringkat mutawatir.
Nikah Mut�ah dan Martabat Wanita
Hikmah dilarangnya nikah mut�ah, khususnya di kalangan kaum Sunni adalah untuk menjaga martabat wanita itu sendiri. Dengan melihat syarat dan rukun nikah mut�ah yang sangat �sederhana�, maka wanita tak ubahnya bagai barang mainan, yang pada akhirnya dapat menjerumuskan seorang wanita dalam lembah pelacuran terselubung. Karena wanita yang dinikahi dengan menggunakan cara nikah mut�ah pada hakikatnya hanya untuk pemuas nafsu belaka (bersenang-senang dalam waktu sesaat).Padahal dalam Islam, lembaga pernikahan dibentuk dalam rangka menjunjung harkat dan martabat wanita. Syarat dan rukun nikah adalah salah satu bentuk nyata bagaimana Islam memuliakan wanita. Tanpa memenuhi syarat dan rukun nikah, maka seorang laki-laki tak akan bisa menikahi seorang wanita dan membentuk sebuah lembaga pernikahan. Tujuan disyari�atkannya lembaga pernikahan adalah untuk mewujudkan keluarga yang bahagia, sakinah, mawaddah wa rahmah.
Usaha mewujudkan keluarga bahagia, sakinah mawadah wa rahmah tidak dapat diwujudkan hanya dalam waktu sesaat atau dalam waktu singkat (sehari atau dua hari), namun diperlukan rentang waktu yang panjang dengan pembinaan yang simultan antara suami dan isteri. Karena pada tahapan selanjutnya, tugas lembaga pernikahan adalah membentuk peradaban dan menjadi khalifah di muka bumi (dunia).
Usaha mewujudkan keluarga bahagia, sakinah mawadah wa rahmah tidak dapat diwujudkan hanya dalam waktu sesaat atau dalam waktu singkat (sehari atau dua hari), namun diperlukan rentang waktu yang panjang dengan pembinaan yang simultan antara suami dan isteri. Karena pada tahapan selanjutnya, tugas lembaga pernikahan adalah membentuk peradaban dan menjadi khalifah di muka bumi (dunia).
- E. Nikah Tahlil
Yaitu seorang laki-laki mengawini perempuan yang telah ditalak tiga kali sehabis masa iddahnya kemudian mentalaknya dengan maksud agar bekas suaminya yang pertama dapat kawin lagi dengan dia kembali.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas�ud r.a, bawha Rasulullah saw. melaknat muhalil, yaitu orang yang menikahi wanita dengan tujuan menghalalkan wanita itu bagi suaminya yang telah menjatuhkan talaq tiga atasnya dan juga melaknat muhalal lahu, yaitu seorang suami yang telah mentalak tiga isterinya lalu menyuruh orang lain dengan tujuan menghalalkannya untuk dirinya.
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir r.a, ia berkata, �Rasulullah saw. bersabda, �Maukah kalian aku beritahu tentang kambing penjantan?� �Tentu saja wahai Rasulullah!� sahut mereka. Rasul Bersabda, �Yaitu muhallil, Allah melaknat muhallil dan muhallil lahi�,� (Shahih, HR at-Tirmidzi [1120] dan an-Nasa�i [VI/149]).
Kandungan Bab:
- Kerasnya pengharaman nikah tahlil. Karena biasanya laknat dijatuhkan atas dosa besar. At-Tirmidzi berkata, �Inilah yang diamalkan oleh ahli ilmu dari kalangan sahabat r.a, diantaranya adalah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Abdullah bin Umar dan lainnya. Dan ini juga pendapat para fuqaha dari kalangan tabi�in serta pendapat yang dipilih oleh Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, asy-Syafi�i, Ahmad dan Ishaq.�
- Wanita yang telah ditalak tiga tidak halal bagi suami yang telah mentalaqnya hingga ia menikah dengan laki-laki lain dan menyetubuhinya. Ia mencicipi madu laki-laki itu dan sebaliknya. Hubungan nikah yang disertai hasrat birahi. Jika kemudian laki-laki itu mentalaqnya barulah ia halal dinikahi oleh suaminya yang pertama tadi. Jika laki-laki itu tetap mempertahankannya (tidak mentalaqnya) maka tidak halal bagi suami pertamanya tadi untuk menuntut agar laki-laki itu menceraikan mantan isterinya.
- Barangsiapa menikahi wanita yang telah ditalaq tiga untuk menghalalkannya bagi mantan suami yang telah mentalaqnya maka ia jatuh dalam laknat. Berdasarkan riwayat shahih dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya bertanya tentang seorang laki-laki yang mentalaq tiga isterinya lalu saudara laki-lakinya menikahi mantan isterinya itu dengan tujuan menghalalkan mantan isterinya itu untuknya tanpa ada kesepakatan antara keduanya. Apakah hal itu boleh dilakukannya? Abdullah bin Umar menjawab, �Tidak boleh, kecuali pernikahan yang disertai dengan hasrat birahi. Kami menganggap perbuatan itu seperti perzinaan pada masa Rasulullah saw,� (Shahih, HR al-Hakim [II/199] dan al-Baihaqi [VII/208]).
Ibnu Umar pernah ditanya tentang nikah tahlil untuk menghalalkan seorang wanita dengan mantan suaminya. Beliau menjawab, �Itu adalah perzinaan, kalaulah Umar mengetahui kalian melakukannya niscaya ia akan menghukum kalian,� (Shahih, HR Ibnu Abi Syaibah [IV/294]).
Akan tetapi ashabur ra�yi menyelisihinya, mereka mengatakan, �Ini adalah perbuatan baik untuk saudaranya seislam dan niat baik untuk merajut kembali hubungan mereka, anak-anak mereka dan keluarga mereka. Ia termasuk orang yang berbuat baik, dan tidak ada cela atas orang yang berbuat baik, apalagi dijatuhi laknat Rasulullah atas mereka!�
Sebagaimana yang dikatakan oleh at-Tirmidzi bahwa sebagian ahli ilmu mengatakan, �Pendapat ashabur ra�yi dalam masalah ini harus dibuang jauh-jauh.�
Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authar (VI/277), �Tentu tidak samar lagi perkataan itu jauh sekali dari kebenaran, bahkan termasuk jidal dengan kebatilan dan dusta. Bantahannya tidak samar lagi atas orang yang berilmu.�
- Sebagian ahli ilmu mengatakan, �Jika seorang laki-laki menikahi wanita dengan tujuan menghalalkannya (untuk manta suaminya) kemudian ia berubah pikiran untuk tetap mempertahankannya sebagai isteri maka halal baginya sehingga ia memperbarui akad nikahnya dengan wanita tersebut.�
Saya katakan, �Pendapat yang benar adalah sebaliknya, ia boleh mempertahankannya sebagai isteri tanpa harus memperbarui akad nikahnya. Sebagaimana yang dinukil secara shahih dari Umar bin Khattab r.a, bahwa ada seorang wanita menikahkan dirinya sendiri dengan seorang laki-laki untuk menghalalkannya dengan mantan suaminya. Umar bin Khattab memerintahkan agar laki-laki itu tetap mempertahankan si wanita dan tidak mentalaknya dengan mengancam akan menghukumnya bila ia mentalaknya. Hal itu berarti nikah mereka sah tanpa harus memperbarui akad, wallahu a�lam.
Faidah:
Di negeri Syam, nikah tahlilini disebut nikah tajhisy dan di negeri �Ajam disebut al-halaalah.
Bab III
Penutup
- A. Kesimpulan
Para ahli fiqih mensyaratkan ucapan ijab qobul itu dengan lafadz fi�il madhi atau salah satunya dengan fi�il madhi dan yang lain fi�il mustaqbal. Ijab qobul brsifat muthlaq, dan kata-kata yang digunakan dapat dipahami oleh masing-masing pihak.
Nikah yang dikaitkan dengan syarat tertentu, ada yang dianggap sah dan ada yang tidak, tergantung pada hal apa syarat itu.
Nikah syigar yaitu seorang wali mengawinkan puterinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki tadi mengawini puternya dengan tanpa bayar mahar.
Nikah Mut�ah adalah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk �jangka waktu terbatas� yang berakhir dengan habisnya masa tersebut.
Nikah tahlil yaitu seorang laki-laki mengawini perempuan yang telah ditalak tiga kali sehabis masa iddahnya kemudian mentalaknya dengan maksud agar bekas suaminya yang pertama dapat kawin lagi dengan dia kembali.
- B. Saran
Pernikahan ternyata tidak semudah yang dipikirkan,namun apabila dipelajari banyak sekali hikmah yang bisa di dapat. Oleh karena itu, bagi para mahasiswa belajar lebih mendalam lagi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, agar kita semua bisa melaksanakan sunnah rosul ini dengan baik dan sah baik menurut syara juga resmi menurut Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar